Penerapan Panduan dan Protokol New Normal di Tempat Kerja
New Normal atau Kenormalan Baru adalah langkah percepatan penanganan COVID-19 dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Tatanan baru ini diperlukan karena hingga saat ini vaksin dengan standar internasional masih belum ditemukan.
Dunia usaha dan masyarakat pekerja memiliki konstribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja. Tetapi keberlangsungan usaha tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang salah satunya mengatur mengenai peliburan tempat kerja.
Sebagai pedoman bagi tempat kerja yang akan memulai kembali aktivitas bekerja karena kota atau wilayahnya telah memasuki tahap New Normal, Menteri Kesehatan menerbitkan panduan umum mengenai pencegahan dan pengendalian COVID-19 di tempat kerja perkantoran dan industri melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/Menkes/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi tanggal 20 Mei 2020 dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.01/Menkes/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Sektor Usaha dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha tanggal 20 Mei 2020.
Tujuan diterbitkannya panduan dan protokol ini adalah untuk meningkatkan upaya tempat kerja khususnya perkantoran dan industri dalam pencegahan penularan COVID-19 bagi pekerja selama pandemi. Panduan yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan ini harus diterapkan di tempat kerja dan pekerja wajib mematuhi aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemilik usaha.
Dengan berpedoman kepada panduan dan protokol yang diterbitkan Menteri Kesehatan, pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola tempat kerja, pelaku usaha, pekerja, pelanggan atau konsumen, dapat dijatuhi sanksi pidana dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 93 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yaitu:
“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.
DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang masuk ke dalam daftar Kabupaten/Kota yang dinyatakan telah siap menuju fase New Normal. Namun pada hari terakhir PSBB di Jakarta, tanggal 4 Juni 2020, Gubernur DKI Jakarta mengumumkan bahwa status PSBB wilayah DKI Jakarta diperpanjang tetapi menjadi PSBB Masa Transisi.
Pada tahap PSBB Masa Transisi ini, aturan mengenai penutupan tempat usaha akan dicabut tetapi beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.
Tempat kerja dan tempat usaha yang harus ditutup pada masa PSBB sebelumnya dibolehkan untuk kembali beroperasi mulai dari tanggal 8 Juni 2020. Protokol kesehatan untuk tempat kerja dan usaha yang akan beroperasi kembali ini diatur dalam Pasal 13 Peraturan Gubernur No. 51 Tahun 2020.
Pasal 13 ayat (2) Peraturan Gubernur DKI Jakarta ini mengatur mengenai tempat kerja yang mulai beroperasi kembali harus menerapkan batasan jumlah orang yaitu paling banyak 50% yang berada di dalam lingkungan tempat kerja pada waktu bersamaan dengan tetap mengikuti aturan mengenai physical distancing dan menjaga kebersihan diri dan tempat kerja. Dengan adanya aturan mengenai batasan jumlah orang yang ada di tempat kerja, maka pemilik dan pengelola tempat kerja diharuskan melakukan pengaturan hari kerja, jam kerja, shift, dan sistem kerja.
Pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi dengan pendampingan dari Perangkat Daerah terkait, unsur Kepolisian dan/atau TNI. Setiap pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat kerja yang tidak melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis atau denda administratif sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).